Beberapa tahun lalu sebelum memutuskan untuk meninggalkan kantor dan bekerja sendiri, saya merasa karir saya mandek. Yang ada, pergi kantor lebih jadi siksaan. Saat itu saya merasa:

  1. Bosan tidak terhingga di kantor karena pekerjaan yang sangat membosankan
  2. Saya tidak merasa saya memiliki kesempatan untuk menggunakan seluruh potensi saya.
  3. Boss saya sama sekali tidak menghargai kemampuan saya terlihat dari jenis pekerjaan yang diberikan pada saya yang menurut saya cukup degrading.
  4. Boss meminta saya memahami kondisi perusahaan yang sedang tidak baik dalam hal cash-flows, tetapi kesulitan ini sudah terjadi selama beberapa tahun dan saya tidak melihat ada titik cerah.
  5. Tidak ada prospek karir yang lebih tinggi karena perusahaan dimiliki oleh sebuah keluarga sehingga tampuk pimpinan perusahaan akan berputar pada keluarga tersebut.

Tidak bisa digambarkan dengan kata-kata bagaimana frustrasinya saya dimasa-masa itu. Beberapa saran perbaikan yang diajukan oleh saya dan beberapa karyawan lain tidak diterima karena ribet dengan urusan antar keluarga.

Robbie Abed, pengarang buku “Fire Me, I Beg You”, mengatakan bahwa “If you also start having thoughts that you can do your manager’s job, it’s a major sign that you have to do something about it,”.  Pada saat itu, saya sebenarnya sudah tahu bahwa jalan keluar untuk saya hanya satu, yaitu keluar dari kantor tersebut. Tetapi dengan pertimbangan umur dan kondisi rumah, saya takut sekali untuk memulai sesuatu yang baru. Satu hal yang saya syukuri, walaupun memakan waktu lebih lama dibandingkan mereka yang tidak memiliki kondisi rumah tertentu seperti saya, saya tidak berhenti berusaha.

Beberapa hal yang saya lakukan dikala itu adalah:

1.Meminta Tolong

Saya sempat meminta tolong teman yang bekerja di bidang yang sama untuk menguide saya untuk memastikan apakah saya missed sesuatu dalam pekerjaan sehingga perkerjaan tersebut terasa tidak menyenangkan lagi.

2. Pelajari apa yang memotivasi diri kita sendiri

Dari berkali-kali renungan dan perbandingan dengan pekerjaan terdahulu yang harus saya tinggalkan karena ikut suami pindah kota, saya menyadari apa yang menjadi motivasi saya.  Tidak selalu berorientasi pada uang, tetapi bagi saya, career advancement atau continuous skill growth bisa lebih penting dibandingkan uang.  Singkat kata, kalau pekerjaanya tidak menyenangkan, tetapi bayarannya menyenangkan, saya masih bisa terpuaskan. Tetapi, kalaupun gaji dibawah standar saya (dibawah standar bukan berarti tidak dibayar sama sekali ya, Observer), tetapi ada kesempatan untuk terus-terusan mendapat ilmu baru, saya juga masih bisa happy. Kalau bisa dapat keduanya, tentu saja the ultimate happiness. Produktivitas bisa meroket!

3. Menambah training dan keahlian

Menyadari bahwa sekian lama di perusahaan local, saya mungkin kehilangan banyak ilmu, alias tidak up to date. Saya mulai giat ikut kursus online dari mulai kursus menulis (yup!), sampai mengambil sertifikasi Financial Modelling dan Valuation. Ikut berbagai kursus ini bukan hanya menambah keahlian tetapi membuka wawasan. Banyak hal di luar sana di luar apa yang menjadi bidang saya selama ini yang bisa saya dalami dan saya jadikan bekal apabila saya perlu lompat ke departemen lain atau bahkan keluar dari Perusahaan.

4. Tinggalkan zona Nyaman

Akhirnya kejujuran pada diri sendiri mengalahkan ketakutan saya untuk meninggalkan comfort zone untuk tetap bekerja di perusahaan lama. Saya akhirnya berani mengakui, bahwa I was going nowhere in this company.  Akhirnya saya mengambil inisiatif untuk memulai sesuatu yang baru menuju dunia baru yang tidak diketahui.

5. Kembangkan Network

Jangan underestimate kekuatan dari ngopi! Ketika saya merasa stuck, saya banyak mengajak teman-teman yang satu profesi atau dari profesi yang memper-memper alias terkait dengan pengalaman dan keahlian saya (termasuk ilmu-ilmu baru yang saya dapatkan melalui online learning tadi itu) untuk sekedar ngobrol untuk mencari inspirasi.  Dari niatan mencari inspirasi ini saya mulai mendapatkan satu atau dua tawaran untuk melakukan project bersama. Ya inilah cikal bakal saya untuk mulai menawarkan jasa konsultasi bisnis dan keuangan secara professional.

6. Lakukan Perubahan Kecil

Tapi, terkadang perubahan kecil bisa menyelamatkan karir Observer juga sih. Kalau dalam kasus saya, saya melakukan perubahan drastis. Tapi, ada juga kasus beberapa teman-teman saya yang dengan melakukan perubahan kecil bisa menyelamatkan karis mereka di perusahaan yang sama. Misalnya, dengan mengubah jam kerja, sampai berbicara dari hati ke hati dengan atasan Observer untuk mencari kesempatan di departemen lain misalnya.

Sebenarnya tips ini tidak hanya berlaku bagi Observer yang bekerja di kantor. Observer yang sudah memulai bekerja sendiri pun bisa mengalami kebuntuan dan mungkin salah satu solusinya adalah mengikuti langkah-langkah tadi dengan akhir, ganti bidang usaha. Misalnya, dari menjalankan restoran, hingga akhirnya menjadi interior designer karena ternyata Observer lebih menyukai aspek mengatur dekor restoran itu sendiri dari bisnis restoran yang awalnya Observer jalankan. Yang penting, jangan takut jujur sama diri sendiri.

About Author

administrator

Property Observer adalah portal yang memberi informasi secara up to date dan informatif, baik dalam segi lifestyle , bisnis, dan segala jenis aspek kebutuhan. Namun dari semua itu ada satu aspek yang sangat di butuhkan oleh manusia yaitu property.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *