Penulis: Christopher Rahardja| Editor: Ratna MU Harahap

GENZ1

Banyak orang yang salah kaprah tentang kata “Milenial” yang di mana disematkan ke semua generasi muda termasuk yang masih bersekolah dan kuliah. Padahal keliru, Milenial atau Generasi Y adalah mereka yang lahir antara tahun 1980 sampai 1995. Sedangkan yang dari 1996 sampai 2010 ini disebut dengan Generasi Z atau Gen Z. Generasi Gen Z ini masih banyak yang kuliah sampai masuk awal dunia kerja.

Di Indonesia, Gen Z ini sering kali dicap sebagai generasi paling lemah dan gampang depresi. Generasi yang di Twitter terkenal melahirkan banyak istilah seperti healing, overthinking, insecure, dan masih banyak lagi.

Jika dibandingkan dengan Baby Boomers dan Gen X yang terkenal dengan didikan kerasnya dan Milenial yang menjadi transisi, Gen Z memang dianggap yang paling mudah tertekan mentalnya dan mudah depresi. Kenapa demikian?

Media Sosial dan Standar Hidup

GENZ2

Gen Z langsung tumbuh ketika internet dan media sosial sudah maju, mereka yang lahir tahun 1996 ketika tahun 2014 sudah berusia 18 tahun dan pada 2014 era digital sudah dimulai. Media sosial sudah mendarah daging bagi mereka. Karenanya di Media Sosial yang serba terbuka, membuat para Gen Z hidupnya seakan harus terlihat seperti yang di Media Sosial. Penuh tekanan, penuh tuntutan, dan seolah harus mencapai target dan apabila tidak maka dicap sebagai orang gagal dan malu di Media Sosial kemudian iri melihat keberhasilan orang di Media Sosial.

GENZ3

Ambil contoh begini deh, tahu Jerome Polin yang merupakan mahasiswa Indonesia di Waseda University, Jepang? Ya, YouTuber yang sangat pintar dalam hal matematika ini adalah ikon dari Gen Z. Subscriber dan followernya pun adalah Gen Z dan kebanyakan kaum hawa. Mereka menjadikan Jerome sebagai seorang panutan dan inspirasi serta motivasi (tentu saja hal ini tidak salah) dalam hal kesuksesan.

Dalam pemikiran Gen Z yang masih pada muda dan penuh kenaifan, mereka sangat optimis bisa sukses seperti Jerome yang bisa ke Jepang. Tapi mereka melupakan realitas kalau hanya sedikit orang yang bisa seperti Jerome alias kegagalan akan lebih besar peluangnya. Di sini kita lihat kalau Gen Z yang gagal akan rentan depresi dan tertekan, apalagi jika di media sosial mereka melihat keberhasilan orang lain.

Ya, hanya karena gagal dalam hal yang demikian saja, Gen Z ini bisa stres berat lalu curhat di media sosial dengan kata-kata “insecure, overthinking, dan butuh healing”.

Jangankan itu, ada salah satu acara di TV yang memperlihatkan seorang pelajar yang baru saja akan lulus SMA dan mentalnya terpuruk. Terpuruk karena apa? Karena bingung menentukan jurusan kuliah. Luar biasa!Di saat orang lain tidak bisa kuliah karena tidak punya biaya, ini malah terpuruk karena bingung mau kuliah di mana.

Beda Zaman, Beda Didikan

GENZ4

Setiap zaman itu berbeda dan tidak bisa disamakan. kami setuju karena memang demikian adanya. Tapi ini secara tidak langsung membentuk karakter suatu generasi.

Gen X kita kenal sebagai generasi yang dibesarkan oleh orang tua Silent Generation yang terkenal barbar dan keras. Kenapa? Karena para Silent Generation ini tumbuh besar ketika masa peperangan. Kemudian sebagian Milenial juga sempat merasakan didikan ala militer dari Baby Boomers dan menjadi transisi di mana para orang tua melakukan parenting dan didikan yang lebih modern.

Nah, Gen Z ini begitu lahir sudah di zaman yang berbeda. Mereka kebanyakan dididik dengan berbeda, tidak ada lagi kekerasan. Selain itu mereka hidup ketika semua dipermudah di zaman digital yang tinggal pencet sana pencet sini di smartphone.

Gen Z tak pernah merasakan kesulitan komunikasi jarak jauh seperti yang dialami Baby Boomer, Gen X dan sebagian Milenial. Di saat semua serba mudah, tiba-tiba mereka dihadapkan dalam situasi yang sedikit sulit, maka yang terjadi adalah stres dan mudah tertekan atau mungkin depresi lalu curhat di media sosial dengan kata-kata “insecure, overthinking, dan butuh healing”.

Kompetisi yang Lebih Gila

GENZ5

Di saat zaman digital yang lebih mudah seperti bisa bimbel online dan lain sebagainya, justru hal inilah yang membuat kompetisi dan persaingan lebih luar biasa lagi. Ketika semua orang punya akses ke dalam dunia informasi yang luas, maka tingkat kompetitif dalam dunia pendidikan juga semakin tinggi. Begitu pun dalam dunia kerja, tingkat kompetisi semakin tinggi. Membuat orang-orang Gen Z harus gila-gilaan lagi agar dapat mencapai apa yang diinginkan. Kalau gagal? Balik lagi curhat di media sosial dengan kata-kata “insecure, overthinking, dan butuh healing”.

Nah, Observers. Kalau menurut Observers bagaimana? Apakah benar Gen Z ini adalah generasi lembek dan lemah?

About Author

administrator

Property Observer adalah portal yang memberi informasi secara up to date dan informatif, baik dalam segi lifestyle , bisnis, dan segala jenis aspek kebutuhan. Namun dari semua itu ada satu aspek yang sangat di butuhkan oleh manusia yaitu property.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *