Penulis: Christopher Rahardja | Editor: Ratna MU Harahap

NUDGE1

Festival Belanja Online atau yang mungkin lebih akrab dinamakan dengan “Harbolnas” (Hari Belanja Online Nasional) seperti 11.11 atau 12.12 marak di berbagai marketplace di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Di masa pandemi, kegiatannya tambah meriah. Promosi besar-besaran dilakukan oleh beberapa marketplace besar. Mulai dari pasang iklan di televisi, sampai mengadakan pertunjukan dengan bintang tamu artis Korea.

Iklan dan promosi itu menimbulkan kesadaran akan adanya festival belanja online. Selanjutnya beberapa perangkap terpasang di aplikasi dari marketplace tersebut. Nah lalu kemudian Observers akan masuk ke dalam perangkap mereka? Perangkap apakah itu?

Perangkap dengan Nudge

Pemenang Nobel Prof. Richard Thaler memperkenalkan istilah nudge dalam bukunya yang berjudul “Nudge” yang terbit pada tahun2008. Nudge merupakan metode untuk memengaruhi seseorang dalam proses pengambilan keputusannya sebagai konsumen. Hanya menggunakan sedikit rekayasa, orang akan melakukan tindakan tertentu yang diinginkan oleh produsen secara sadar tanpa paksaan sedikitpun.

NUDGE2

Berikut contoh dari aplikasi nudge yang mungkin sudah terjadi dalam kehidupan Observers.

  1. Contoh yang pertama adalah tentang pilihan makanan di kafetaria. Pada umumnya kita tahu bahwa junk food harus dihindari, tetapi mayoritas dari kita tetap lebih suka memilihnya walaupun pada saat yang sama tersedia makanan yang lebih sehat. Mari kita aplikasikan nudge. Kalau kita letakkan salad di jejeran terdepan dan sementara itu makanan gorengan diletakan di sisi yang lebih sulit untuk dijangkau maka akan lebih banyak orang akan memilih salad. Diperlukan energi ekstra kalau orang hendak menjangkau gorengan. Nah, pada umumnya orang malas untuk menjangkau sesuatu yang sulit bukan? Jadi nudge lebih bersifat pada pengaturan pilihan saja, lebih mudah dijangkau atau lebih sulit. Trik sederhana ini tidak memaksa semua orang untuk memilih salad. Bahkan tidak ada himbauan bahwa salad lebih sehat dibanding gorengan.

NUDGE3

2. Contoh yang kedua adalah tentang bahaya ngebut di tikungan.Kita semua tahu bahwa kecelakaan lalu lintas di tikungan adalah karena terlalu tingginya kecepatan kendaraan sehingga kita kehilangan kendali.Tetapi, walaupun ada kesadaran tentang itu tetap saja ngebut.Bagaimana nudge dapat digunakan untuk memanggil alam bawah sadar tentang bahaya ngebut?Triknya sederhana saja.Disetiap tikungan yang membahayakan dibuat sederetan garis melintang yang disusun sedemikian rupa dimana jika semakin dilewati maka susunan garisnya akan semakin rapat.Ketika kita melintasi garis-garis tersebut akan ada kesan bahwa kendaraan yang kita kemudikan terasa semakin cepat sehingga secara tidak sadar kita akan menginjak rem untuk memperlambat laju kendaraan.Dengan cara ini, kecelakaan lalu lintas dapat dikurangi secara drastis.

NUDGE4

Dari dua contoh di atas kita bisa menarik beberapa kesimpulan tentang nudge.Pertama, pilihan untuk melakukan sesuatu tetap berada di tangan individu.Apakah anda memutuskan untuk mengambil salad atau gorengan, ngebut atau nginjak rem adalah sepenuhnya berada di tangan mereka.

Kedua, nudge sifatnya memberikan arahan tentang sesuatu yang sebaiknya untuk dipilih melalui sentuhan psikologis terhadap alam bawah sadar. Mengatur pilihan seseorang, tanpa harus memberi arahan atau paksaan.

Ketiga, semua pilihan tetap disediakan secara alamiah,yang diubah hanyalah cara penyajiannya.Peringatan mengenai bahaya ngebut di tikungan disajikan dengan mebuat garis melintang yang semakin rapat.Tikungannya sendiri tidak diubah.

Metode nudge inilah yang dipakai pemasar saat festival belanja online. Apa saja? Berikut paparannya.

1. Urgency + Scarity Nudge: Flash sale, diskon Cuma hari ini, stok terbatas!

NUDGE5

Observers pasti akan cenderung kalap berbelanja suatu produk jika observers diberitahu bahwa produk tersebut akan segera habis, waktu promosinya terbatas, atau jumlahnya terbatas.

Cognitive Bias inilah yang dimanfaatkan oleh marketplace untuk mengajak konsumen berbelanja sebanyak-banyaknya dengan diskon besar-besaran dalam satu hari. Bahkan beberapa diskon dibatasi hanya dalam hitungan jam atau menit. Jadilah observers buru-buru borong produk di marketplace tersebut, walaupun sesungguhnya observers tidak terlalu membutuhkan barang tersebut.

2. Social Proof Nudge: ikut-ikutan belanja barang yang terjual paling banyak / paling banyak dibeli orang lain

NUDGE6

Katakanlah observers sedang berada di suatu kota yg belum pernah observers kunjungi dan observers mau cari restoran untuk makan siang. Karena tidak tahu mana restoran yang paling enak, maka patokan observers akan menjadi simple, yaitu melihat restoran yang observers lihat sedang ramai oleh pengunjung. Betul?

Apakah restoran yang dikunjungi oleh banyak pengunjung sudah pasti enak? Pastinya belum tentu. Inilah “kekacauan nalar” yang disebut Social Proof atau yang biasa disebut dalam bahasa anak milenial sekarang disebut: FOMO (Fear Of Missing Out)

Di marketplace, wujudnya adalah kategori barang terpopuler yang paling banyak dibeli. Hampir semua barang ada semacam angka telah terjual berapa banyak. Ada juga yang sengaja pasang banner: produk ini sudah terjual 1.000 item. Tanpa periksa lagi testimoni orang yang sudah beli, observers pasti jadi ikut-ikutan membeli saja.

3. Default Effect Nudge: terbawa suasana orang lain yang kalap belanja

NUDGE7

Sudah menjadi “default” atau kebiasaan bahwa pada saat festival belanja online atau Harbolnas merupakan hari untuk kita berbelanja online sebanyak-banyaknya. Sama seperti menjelang hari lebaran sudah menjadi anggapan bahwa kita harus membeli baju lebaran.

Harbolnas telah menciptakan Default Effect sehingga menjelang tengah malam dan sepanjang hari Harbolnas kita akan kalap berbelanja online.

Selain itu, Orang lain yang sudah belanja akan mempostingnya di sosial media mereka.Kita yang melihatnya pun menjadi terbawa suasana, ingin ikut-ikutan tren belanja pada momen festival belanja online.Supaya terlihat kekinian, seperti orang kebanyakan.

Beberapa orang tanpa sadar mengambil tabungan atau melepas keinginannya terhadap sesuatu yang lebih penting untuk belanja online, hanya untuk mengikuti trend dan terlihat kekinian seperti mereka. Baru akhirnya menyesal deh setelah barangnya tiba.

Nah, apakah observers merupakan korban dari jebakan nudge ini? Yuk bagikan cerita observers ke sosial media Property Observer ya!

About Author

administrator

Property Observer adalah portal yang memberi informasi secara up to date dan informatif, baik dalam segi lifestyle , bisnis, dan segala jenis aspek kebutuhan. Namun dari semua itu ada satu aspek yang sangat di butuhkan oleh manusia yaitu property.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *