Penulis: Christopher Rahardja | Editor: Ratna MU Harahap

NETIZEN1

Indonesia bisa dibilang sebagai salah satu negara pengguna media social terbesar di dunia, terlebih buat mereka yang hidupnya kota besar. Semakin murahnya harga ponsel,membuat semakin banyak orang bisa menggunakan media social dan menjadikannya tempat untuk berbagi, bercerita, berkeluh kesah bahkan berkarya.

Sayangnya, penggunaan media social tidak selalu dibarengi dengan etika yang diajarkan pada manusia. Padahal, Indonesia memiliki beragam budaya, suku bangsa, dan agama, sehingga tentu penduduknya diajarkan etika yang lebih mendalam.Etika yang baik adalah perbuatan dan tingkah laku, menurut kebiasaan, atau tradisi dengan nilai positif dalam menjaga sikap dan kesusilaan suatu individu dalam lingkungan. Sayangnya yang banyak kita temui di media social justru lebih banyak etika negative. Budaya ramah bangsa Indonesia ini tidak tercermin ketika sedang berada di media sosial.

NETIZEN2

Bayangkan, tanpa ada masalah apa-apa dengan mudahnya netizen di media social sibuk membully, menjelekkan, menghina, bahkan mencaci maki tanpa sebab yang jelas.

Kenapa?

Jadi begini, komunikasi itu bukan hanya komunikasi verbal, tapi ada komunikasi non-verbal, seperti gestur, budaya dan lainnya hingga komunikasi kita kepada individu lain menjadi lebih lancar.

Evolusi komunikasi dari masa pra sejarah hingga sekarang memang membutuhkan waktu yang panjang, dan setiap komunikasi juga memerlukan teknologi pendukung mulai dari asap, surat, telegraf dan telepon, hingga akhirnya kita berada di zaman komunikasi digital dengan adanya internet.

Rupanya model komunikasi digital ini banyak yang belum siap untuk beradaptasi,bahkan malah bisa dikatakan gagal dalam berkomunikasi. Kenapa begitu? Ada sebuah teori Sigmund Freud, seorang pendiri psikoanalisis dalam bidang ilmu psikologi yang bisa kita jadikan acuan.

Teori kesadaran Sigmund Freud

NETIZEN3

Sigmund Freud mengemukakan bahwa kepribadian dipengaruhi tiga tingkat kesadaran, yaitu sadar, prasadar, dan tidak sadar.

Sadar adalah tingkat yang berisi semua hal yang kita amati pada waktu tertentu. Ternyata, kesadaran hanyalah sebagian kecil dari kehidupan mental. Contoh dari kesadaran adalah pikiran, persepsi, perasaan, dan ingatan.

Prasadar adalah ingatan siapa tau available memory. Ini merupakan tingkat kesadaran yang menjadi jembatan antara sadar dan tidak sadar dan merupakan fase dimana sesuatu yang awalnya diperhatikan secara sadar, perlahan tidak lagi diperhatikan.

Fase ketiga adalah fase tidak sadar. Tingkatan ini berisi insting, impuls, keinginan-keinginan, dan pengalaman traumatik. Tahapan ini terbentuk saat enam tahun pertama kehidupan seseorang.Fase tidak sadar membuat berbagai keinginan sulit untuk ditahan. Biasanya dorongannya tidak lagi terikat dengan logika dan tidak dapat dibatasi dengan waktu dan tempat.

Lalu menurut Sigmund Freud, manusia juga memiliki struktur psikologis yang terdiri dari tiga elemen, yaitu Id, Ego, dan Superego.

  1. Id: mengenal kebutuhan alamiah manusia
  2. Ego: cara menghadapi realita
  3. Superego: aspek moral yang diterima secara sosial

Id, ego dan superego bekerja bersama dalam menciptakan pola perilaku manusia. Id member tuntutan kebutuhan alamiah, ego membatasinya dengan realita, dan superego menambahkan nilai-nilai moral pada setiap tindakan yang diambil. Jadi ketika kita berkomunikasi secara sadar kita akan memberikan warning apakah ada rasa aman untuk komunikasi, tidak merasa terancam, lalu secara pikiran juga ingin memperoleh keuntungan dalam sebuah komunikasi, dan hal yang dikomunikasikan sesuatu yang rasional. Bahkan komunikasi berkembang menjadi yang terkait dengan nilai moral.

Simplenya adalah ketika bertemu pejabat, ada gestur dan sikap yang seakan memberikan rasa hormat karena melihat derajatnya lebih tinggi. Ini terjadi secara naluri dan di luar kesadaran sudah terbentuk komunikasi yang seperti itu, alias kalau bicara kurang sopan akan merasa terancam dirinya.

NETIZEN4

Kalau di media social mereka tak merasakan ancaman seperti ini,karena mudah sekali untuk bersifat anonim alias penuh tabir kepalsuan atas karakter siapa yang berbicara.

Ada kemungkinan orang yang berperilaku kasar di media social adalah orang yang dihujat di dunia nyata, namun gagal membalas kepada para penghujatnya, karena takut, berpangkat, atau punya kuasa. Pelariannya adalah menghujat orang lain di media sosial.

NETIZEN5

Pembullyan sendiri kerap terjadi dalam sebuah kelompok. Jika berhadapan one by one mungkin tidak akan terjadi apa- apa, tapi kalau sudah berkelompok maka arogansi mayoritas akan timbul. Tak heran banyak intimidasi terjadi ketika manusia sudah berkelompok dan itu sudah terasa wajar , seperti hukum yang tak terlihat.

NETIZEN6

Tak heran jika ada seseorang di bully di media sosial, akan semakin banyak orang yang timbul naluri yang sama karena merasa ingin menjadi bagian dalam kelompok itu. Hal ini yang menyebabkan haters semakin ramai, semakin memberikan nilai pansos tersendiri terutama di platform Facebook yang dikenal sebagai platform emak-emak millenial. Ini adalah hal yang wajar namun tentu saja bukanlah hal yang bijak.

About Author

administrator

Property Observer adalah portal yang memberi informasi secara up to date dan informatif, baik dalam segi lifestyle , bisnis, dan segala jenis aspek kebutuhan. Namun dari semua itu ada satu aspek yang sangat di butuhkan oleh manusia yaitu property.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *