Penulis: Santi Apriani| Editor: Ratna MU Harahap

TELEPON1

Buat Observer yang masa remajanya sempat mengalami pacaran di era tahun 90-an pasti mengalami kan gaya pacaran yang mau ngapa-ngapain itu perlu ‘effort lebih’. Kalau sekarang, semuanya serba mudah. Kalau kangen tapi udah jam ga boleh keluar, tinggal whatsapp atau video call atau stalking IG atau bahkan main game online bareng sambil chat/ngobrol. Kalau jaman dulu,  belum ada smartphone, kalau kangen, buka-buka album foto, baca surat cinta, denger kaset kompilasi bikinan pacar (yang bikinnya juga butuh perjuangan, nunggu lagu inceran diputer di radio-direkam-disambungin deh di kaset), dan terakhir, nelepon pake telepon fixed line rumah.

TELEPON2

Jangan dikata nelepon dari rumah itu mudah! Bayangkan, 1 line telepon itu digunakan oleh seluruh anggota keluarga. Ada lah harus nunggu giliran, ada lah telepon dikunci karena tagihan telepon bulan sebelumnya membengkak, ada lah pembicaraan kita didengerin pake telepon lain (karena ortu masang 2 telepon di ruang kerja dan ruang tamu. Iya ada 2 telepon tapi tetep line nya satu. Jadi tetep nyambung gitu, kalau telepon yang satu dipake, telepon lainnya bisa ngedengerin percapakan penerima di sebrang) kalau udah kelamaan nelepon suka tiba-tiba kedengeran suara “Ana,Udah dulu neleponnya, waktunya tidur!”, atau “Nak Kana, permisi ya, Ana nya belum mandi, ilernya masih nempel tuh”. Jadi, ga bisa setiap saat gitu lho kalau mau kontak-kontakan.

Ya… tahun 90-an, tahun yang memorable, tahun dimana Ana pertama kali pacaran. Pacar pertama Ana adalah tetangga dari sahabat SMPnya Ana, Sisi. Ana yang sering bermain ke rumah Sisi jadi sering bertemu dan main bareng dengan teman-teman kompleks dari Sisi. Disitulah Ana bertemu dengan Arkana, her first boyfriend.

TELEPON3

Arkama dan Arkana adalah si anak kembar yang gaul. Ga aneh kenapa mereka bisa luwes banget bergaul, mereka tumbuh di keluarga harmonis yang senang bercanda dan kompak, orang tuanya pun gaul dan aktif melakukan kegiatan di kompleks mereka. Arkana merupakan anak ke-3 dari 4 bersaudara : Tama sang kakak tertua yang ramah, Arkama si kakak kembar yang pecicilan, Arkana si cool tapi jahil, dan Zana si bungsu yang manja.

Karena sering bergaul dengan keluarganya Kana, Ana hafal betul karakter dan suara dari masing-masing keluarga Kana, jadi kalau Ana nelepon ke rumahnya Kana, dia sudah hapal betul siapa yang mengangkat telepon.

Suatu hari, orang tua – kakak – adik Ana harus berangkat ke luar kota berkunjung ke rumah paman yang akan melangsungkan pernikahan anaknya. Ana tidak ikut berangkat karena agak demam, sudah mulai pulih namun orang tua Ana lebih memilih Ana melanjutkan istirahat di rumah agar penyakit Ana tidak kambuh dan bisa pulih sepenuhnya.

Karena sakit demamnya pula Ana sudah lama tidak bertemu dengan Kana. Sesekali Kana berkunjung, namun hanya boleh sebentar karena ada peraturan jam malam yang diberlakukan keluarga Ana. Ya, Namanya anak sekolah, pulang sekolah ikut ekskul dulu, les dulu, sosialisasi dulu sampai disuruh-suruh dulu sama ortu (jagain adik lah, anterin titipan buat tetangga, sampai anter-anterin mamah).

Ana melihat jam di dinding “Mmm, udah jam 8 malam, harusnya Kana udah santai di rumah. Kangennn” Ana bergumam. Tiba-tiba Ana tersenyum, sadar kalau keluarganya lagi ga ada di rumah, Ana bisa bebas nelepon, ga ada yang bakal ganggu. Cepat-cepat Ana ke ruang tamu, berniat menelepon Kana.

TELEPON4

“Halo…” suara cool menyapa disebrang. “Halo, Kana” sapa Ana, Ana hafal ini suara Kana karena kalau suara yg agak cempreng itu pasti Kama, kalau suara anak kecil pasti Zana, kalau suara ramah pasti Tama. Orang tua Kana? Jangan ditanya, Ana juga sudah hafal betul.

“Hmm, ya Na…. gimana? Masih pusing?”, Ana tersenyum sendiri, ‘Kana banget sih, si kulkas ini kalau jawab ga ada mesra-mesranya, kata-katanya singkat-singkat’.

“Aku udah mendingan, ditidurin semalem lagi aja juga pasti sembuh” ujar Ana.

“Hmm, syukurlah. Ngapain aja seharian ini?” suara cool Kana bertanya.

Ana nyerocos panjang lebar, segala macem diceritain, ghibah temen-temen sekolahnya yang datang ngejenguk tapi bikin berisik, cerita kebosanannya di rumah, cerita adiknya yang gangguin terus, cerita orang tuanya yang lagi sibuk bantu-bantu keperluan keponakan yang mau menikah, rasanya hari ini kesempatan Ana bisa puas-puasin cerita ke Kana, mumpung ga ada siapa-siapa di rumah.

“Eh, aku nyerocos terus ya? Sori” Ana baru sadar dia keasikan cerita.

“Ga apa-apa Na, kamu pasti bosen di rumah terus, biasanya kita tiap hari ketemu. Cerita aja, aku seneng kok denger suara kamu” ujar Kana.

Kana bener, biasanya mereka hampir tiap hari ketemu, jadinya terasa wajar tiba-tiba Ana berubah menjadi cerewet, Ana sadar dia kangen Kana, kangen maen dan ketawa bareng.  “Kana aku kangen,  Banget” Ujar Ana sambil malu-malu.

Tiba-tiba suasana menjadi hening, ‘kok Kana diem aja ya, apa ada yang aneh’ Ana merasa heran. “Na… Kana…” Ana memanggil.

“eh Ana, bentar ya, Kak Tama panggil dulu Kana. Kanaaaaa,  Ini ada telepon dari Ana” ujar suara kikuk di sebrang.

‘haaa,  Siapa tadi? Kak Tama? Dia mau manggil Kana?’ Ana terkejut.

“Hmm, ya Na. gimana? Masih pusing?” tanya Kana disebrang telepon. ‘déjà vu, sama persis kaya tadi pertama Ana telepon’

“eh…. Mmm… Kana… udah dulu ya, Aku mau istirahat dulu” saking kagetnya Ana malah mengakhiri telepon.

Kana merasa heran, baru juga angkat telepon tapi kenapa Ana malah langsung mengakhiri teleponnya.

‘kriiing, kriiing’ suara telepon rumah Ana berbunyi. “Halo…” Jawab Ana

“Na, kok malah ditutup sih teleponnya, baru juga diangkat” ujar Kana

“Kana, ini bener Kana kan? Bukan Kak Tama?” tanya Ana

“Hmm, iya… Kok kamu aneh na, kenapa? Ujar Kana

“Aduuuhhhh Kana… Aku maluuuuu. Aku nelepon tadi udah lama banget, cerita panjang lebar, ternyata dari tadi itu Kak Tama??” Ana agak histeris

TELEPON5

“owh… shit, Pasti Kak Tama pura-pura jadi aku karena mau balas dendam” ujar Kana. Kana cerita kalau waktu menjenguk Ana kemarin-kemarin dia pergi pakai motornya Tama ga bilang-bilang, ternyata Tama sudah ada janji ketemuan sama temannya mau buka usaha bareng. Tama marah besar dan bertengkar dengan Kana, sampai keluar ancaman ‘awas loe ya Kana, tau rasa loe nanti, gua bales loe’. Dan ya, ternyata pembalasannya ini dilakukan saat ini.

“Pasti dia pura-pura jadi aku. Tapi tenang Na… asal kamu ga ngomong macem-macem, kita aman-aman aja” ujar Kana santai.

“Mmm, kayanya kita ga aman deh Na, kita pasti jadi bahan bullyan Kak Tama & keluarga lumayan lama. Tadi aku… ah, maluuu… Udah dulu ah, nanti telepon lagi, aku mau gali kuburan dulu” ‘klek’ Ana langsung memutuskan hubungan teleponnya.

TELEPON6

Kana bingung ‘gali kuburan? Emang kenapa? Biasa juga kalau ngobrol sama Ana ringan-ringan aja bahasannya’, ga lama terdengar suara cemoohan dari Tama yang diseling suara tawa anggota keluarga Kana yang lainnya, Kana yang menguping percakapan mereka tiba-tiba memerah mukanya. ‘Ana bener, gue bakal jadi bahan bullyan. Sialan Tama!’

Ana dan Kana pasrah karena dalam waktu singkat cerita Tama udah sampai ke seluruh komplek rumah, mengingat keluarga mereka yang gaul dan mulut Tama yang bocor karena memang sengaja pengen bikin Kana malu. Pasti disela-sela obrolan/kegiatan keluar bullyan buat Ana dan Kana.

Aduh… Malu… Ga lagi-lagi deh kalau di telepon Ana ngobrol aneh-aneh, kalau kejadian lagi bisa gawat!! Bullyannya bisa sepanjang tahun.

Image Source :

  1. Pexels.com
  2. Freepik.com
About Author

administrator

Property Observer adalah portal yang memberi informasi secara up to date dan informatif, baik dalam segi lifestyle , bisnis, dan segala jenis aspek kebutuhan. Namun dari semua itu ada satu aspek yang sangat di butuhkan oleh manusia yaitu property.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *